
Perwakilan Anggota FLP Yogya Divisi Karya Ikuti Lokakarya Mendongeng
Apakah mendongeng itu penting? Seberapa penting mendongeng menurut kalian? Pertanyaan itu menjadi bagian pembuka Pak Arif Rahmanto, Pengajar SD Muhammadiyah Sapen sekaligus Pendongeng, dalam Lokakarya Mendongeng untuk Pegiat Literasi DIY yang diselenggarakan oleh Rumah Dongeng Mentari dan didukung oleh Badan Bahasa Kemendikbud, Kemendikbud RI, dan Balai Bahasa Yogyakarta, yang mengusung slogan ‘Semua Bisa Mendongeng’.
“Penting!” jawab para peserta dengan serempak. Sebanyak 30 peserta terpilih berkesempatan mengikuti kegiatan ini dari pagi hingga sore bertempat di Kolektif Coworking Space & Collaboraction pada hari Ahad, 29 September 2024.
Mendongeng termasuk seni bertutur yang perlu dilestarikan. Meskipun anak-anak zaman sekarang dapat mengakses dongeng melalui Youtube, tapi mendengarkan cerita langsung dari pendongengnya tentu memiliki pengaruh yang berbeda. Mendongeng di depan anak-anak adalah sarana melatih imajinasi mereka dan menjalin kedekatan serta kelekatan antara pendongeng dengan anak-anak sebagai audiens.
“Siapa yang waktu kecil pernah didongengkan oleh ayah atau ibunya?” lanjut Pak Arif memberikan pertanyaan dengan bersemangat. Hampir seluruh peserta menunjukkan jari. “Waktu kecil, saya sering mendengarkan dongeng dari ibu. Meskipun diulang-ulang, tapi saya tidak pernah bosan mendengarnya.”
Jawaban Pak Arif hampir diaminkan oleh seluruh peserta, termasuk Yuna, salah satu peserta Lokakarya Mendongeng mewakili komunitas Forum Lingkar Pena Yogyakarta. Yuna bercerita saat kecil dirinya juga sering didongengkan kancil oleh Alm. ayah. Meskipun cerita kancil itu diulang setiap malam menjelang tidur, ia mengaku senang mendengarnya dan kini dirinya rindu akan masa-masa itu.

Orang tua yang memiliki kebiasaan mendongengkan anak-anaknya, membuat si anak memiliki modal penguasaan kosakata di usianya yang masih muda. Selain itu, tanpa disadari, anak mampu menulis cerita sederhana secara runtut. Satu hal lagi yang paling membekas manfaatnya adalah bonding kedekatan antara orang tua dengan anak. Anak yang sejak kecil didongengkan oleh orang tuanya, meskipun usianya sudah remaja/ dewasa pasti bonding-nya tetap kuat.
Ada yang menjadi perhatian menarik dari lokakarya ini. Selain ketiga puluh peserta yang terpilih berdasarkan hasil seleksi, sehingga tidak perlu diragukan lagi eksistensinya sebagai pegiat literasi, juga ilmu yang disampaikan oleh Pak Arif. Dengan mengilustrasikan lokakarya ini adalah sebuah kapal besar yang siap berlayar menuju Pulau Dongeng. Tapi di depan ada rintangan (kurang percaya diri, suara kurang bagus, sehingga para peserta yang dianalogikan sebagai penumpang harus bersama-sama mengatasi rintangan tersebut agar berhasil menuju Pulau Dongeng.
“Kami, para peserta sangat beruntung terpilih mengikuti Lokakarya Mendongeng ini. Kami juga diajarkan olah nafas, olah vokal, dan olah rasa yang perlu dikuasai oleh seorang
pendongeng,” cerita Yuna yang saat ini bekerja sebagai pegawai multimedia di MBS Yogyakarta.
Di sela-sela kegiatan diisi dengan permainan yang dipandu oleh Kakak-kakak dari Rumah Dongeng Mentari agar para peserta tetap semangat. Peserta diajak bermain pemburu bebek hingga berpantomim. Seru sekali sehingga kegiatan ini tidak terasa membosankan.
Untuk bisa mendongeng, dasar yang dimiliki ada tiga hal. Pertama, pendongeng yang akan membawakan cerita. Kedua, cerita yang akan disampaikan. Ketiga, audiens (penonton) bisa anak-anak, remaja, bahkan penonton dewasa sekalipun. Sebab ruang lingkup dongeng sebenarnya sangat luas, tapi memang masih identik disajikan di hadapan anak-anak.
Sebelum memasuki penghujung kegiatan, peserta membuat kelompok kecil yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 orang. Kemudian dari setiap kelompok harus mempersiapkan penampilan dongeng yang diambil dari karya alm. Kak WeES Ibnoe Sayy. Setelah melihat semua kelompok tampil, Pak Arif tidak menyangka ternyata semua peserta sudah jago mendongeng. Meskipun masih ada beberapa catatan kecil, tapi para peserta mampu menyerap ilmu dengan baik.
“Kelompok saya memilih cerita lalat hijau. Cerita ini sederhana, bercerita tentang kebiasaan orang-orang yang membuang sampah sembarangan sehingga mengundang segerombolan lalat hijau. Kemudian ada kejadian seorang anak yang sakit perut karena memakan makanan yang sudah dihinggapi lalat hijau. Hingga akhirnya orang-orang tersadar bahwa membuang sampah di tempatnya itu penting. Cerita ini sederhana mengandung pesan moral tanpa menggurui. Karya alm. Kak WeES ini bisa menjadi pegangan pendongeng. Semoga ilmu ini juga bisa saya tularkan ke anggota jurnalistik yang saya ampu,” cerita Yuna yang saat ini bekerja sebagai pegawai multimedia di MBS Yogyakarta sekaligus pengampu ekstra jurnalistik putri.
“Sebagai penulis, berlatih mendongeng seperti ini penting. Kita jadi lebih mendalami cerita. Apakah cerita kita ‘hidup’ atau malah membosankan,” ujar Yuna. “Alhamdulillah bisa mendapatkan ilmu baru, bertemu lagi dengan Pak Arif.”
Yuna sendiri mendapat kesempatan berbincang sebentar dengan Pak Arif di sela-sela waktu istirahat. Di situ Yuna memberikan novel anak karyanya Kun & San dan menyampaikan dirinya mewakili Forum Lingkar Pena Yogyakarta sangat antusias mengikuti lokakarya ini.
Anggota FLP Yogyakarta angkatan 20 ini sendiri mengaku pertama kali bertemu dengan Pak Arif ketika mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Cerita Anak Berbahasa Jawa 2024 beberapa waktu lalu dan beliau menjadi salah satu pematerinya. Pertemuan berikutnya saat Yuna mengikuti lomba Maca Cerkak Tingkat Dewasa yang diselenggarakan oleh Kundha Kabudayan Kabupaten Sleman di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman. Kala itu Pak Arif menjadi juri dongeng.
Selain itu, dirinya juga bertemu kembali dengan Kak Irin dan Kak Dinu, personil The Nest, yang sebelumnya pada hari Sabtu (21/9) menyaksikan penampilan dongeng mereka di Solusi Buku bersama personil The Nest yang lain. Keduanya sama-sama menjadi peserta lokakarya di hari itu.
“Masih banyak ilmu yang perlu digali. Di antara peserta lain, saya perlu banyak belajar dari mereka karena basic saya sebagai penulis, agak canggung dalam bertutur karena ini berbeda dengan read aloud. Ini benar-benar dunia baru bagi saya. Menarik. Semoga ada lokakarya lanjutan yang bisa melatih penulis untuk menulis sebuah dongeng dan mempraktikkannya,” ucap Yuna yang saat ini menjadi bagian dari Divisi Karya, memberikan harapan usai mengikuti Lokakarya Mendongeng untuk Pegiat Literasi DIY. (Reporter: Nias)