YOGYA-Forum Lingkar Pena (FLP) Yogyakarta mengadakan Sarasehan Keluarga Besar FLP Yogyakarta, Ahad (7/8) lalu. Meskipun sebelumnya pengurus sudah pernah mengadakan pertemuan luring pascapandemi bagi para pengurusnya, agenda yang berlangsung di Wisdom Park Universitas Gadjah Mada ini merupakan pertemuan luring perdana bagi anggota FLP Yogyakarta angkatan 20.
“Terima kasih sudah hadir pada pagi hari ini dengan penuh keikhlasan serta semangat bersilaturahmi dan menuntut ilmu,” sambut Ketua FLP Yogyakarta Muflihin.
Kepada para anggota baru FLP Yogyakarta, Muflihin menceritakan tantangan yang dihadapi kepengurusan 2021-2023 ini.
“Tantangan kita, khususnya ketika saya dan para pengurus memulai kepengurusan itu, kami memulainya di masa pandemi,” katanya mengawali. “Pandemi dimulai Maret 2020, dan kami dilantik 2021.”
Meskipun pandemi sempat cukup membatasi pergerakan organisasi, pemilik nama pena Akhi Muflih ini menemukan kelebihan akibat sistem daring yang menjadi populer kala itu.
“Plusnya (sistem online, red.) adalah pengurus tidak lagi harus berada di Jogja. Anggota-anggota yang sedang berada di luar Jogja pun bisa jadi pengurus,” ungkapnya. “Istilahnya, mereka bisa nge-remote, ada yang dari Jakarta atau Kendari.”
Namun, Muflihin tak menampik bahwa aktivitas-aktivitas jarak jauh berdampak pada kondisi kultural organisasi.
“Mungkin program bisa kita laksanakan secara online, tetapi kehangatan dengan teman-teman semuanya jadi hilang. Dalam pertemuan langsung, ada suasana emosional, obrolan, mimik wajah, dan sebagainya,” paparnya.
Muflihin juga menjelaskan posisi FLP Yogyakarta sebagai struktur wilayah yang tidak mempunyai cabang, apalagi ranting.
“Salah satu ciri Jogja itu, ya, dihuni banyak mahasiswa, yang artinya, siap-siap saja ditinggalkan oleh anggotanya jika masa kuliah mereka sudah selesai. Makanya, Jogja ini istimewa,” selorohnya.
Dalam kesempatan ini, ada sesi perkenalan diri. Suasana menjadi cair ketika hadirin diminta menceritakan hal-hal unik yang melekat pada diri masing-masing.
Selain itu, sarasehan ini juga dimeriahkan oleh bedah buku berjudul Maori karya salah seorang anggota FLP Yogyakarta, Faida Zuhria. Faida menceritakan proses kreatif penulisan novel yang disadur dari kisah nyata tersebut.*(FFP)